Damara

         Mantan yang selalu hadir dengan kenangan. Dia yang sok asik mengajak bbm-an. Sok iya sok tampan, sok iya sok menawan.

“PING!” Blackberryku bergetar. Langsung kulihat siapa pengirimnya. Hah?Damara? Sambil mengucek mataku yang tidak gatal. Dengan cepat aku membuka chatnya.

        “Aku kangen.” Apa? Pekikkku, seperti ada yang menyumbat tenggorakanku. Apa maksud wanita ini? Sinting, hadir dan pergi semaunya sendiri. Aku melihat gallery di blackberryku. Ada beberapa foto Damara yang masih kusimpan, beberapa tempat kenangan. Begitu juga dengan fotoku, dia, dan senja. Damara, mantan kekasihku, hampir lupa kapan kita pacarannya, apa lagi putusnya. Dengan cepat aku memijit keypad di handphone, dan membalasnya hanya dengan emoticon senyum.

 

***

Untuk  :   Damara Denara

Di       : Tempat yang paling mulia di sisi Tuhan

Maaf, untuk saat ini aku tidak bisa menemanimu pergi ke surga. Damara, maaf, aku terlalu memakan gengsi untuk membalas messagemu beberapa hari lalu. Aku pura-pura sudah lupa dengan semua kenangan, aku pura-pura tidak sayang. Damara asal kautahu setelah kita berpisah, belum ada yang mengisi kekosongan hati ini. Damara, terimakasih untuk senyum di wajahmu dan rona senja yang memerah, ketika aku mengungkapkan aku mencintaimu di Puncak Arjuna. Terima kasih atas segala jawaban.

 

Bima, mantan kekasihmu

 

***

               Tubuhku bersandar di dinding, Ibuku menangis sambil memelukku. Surat untuk Damara kuremas dengan tanganku hingga lusuh. Bayanganku kosong, hanya ada wajah Damara dipikiranku. Tubuhku semakin kering setelah kepergian Damara, karena kecelakaan kereta api. Ya, aku baru sadar pesan rindu yang ia kirimkan, itu pesan terakhir. Aku bodoh.

Aku melihat sekelilingku, teman-temanku mengekspresikan kebohongan mereka, ada yang sedih, ada yang tertawa sendiri. Mereka berpikir aku gila. Ya.. ha ha ha aku gila. Mereka mengurungku di sini. Aku merasa nyaman di sini, di rumah sakit jiwa. Damara, tersenyumlah di surga.

 

 

Leave a comment